3. Abdul Karim Amrullah
Nama lahir haji abdul karim amrullah adalah Muhammad Rasul. Setelah menunaikan ibadah haji, ia kemudian dipanggil dengan nama Haji Abdul Karim. Haji rasul ini lahir di daerah Sungai Batang Maninjau, Minangkabau pada 10 Februari 1879 dan meninggal di Jakarta pada Sabtu, 21 Jumadil Awwal 1364H/ 2 Juni 1945 M. Ayahnya bernama Amrullah yang bergelar Syekh Nan Tuo. Sedangkan ibunya bernama Andung Tawaras. Dilihat dari gelar ayahnya, sudah jelas bahwa Haji Rasul berasal dari keluarga yang religius. Terlebih lagi, ayahnya dikenal sebagai ulama besar dan memiliki pengaruh yang besar di Minangkabau, serta pemimpin tarekat Naqsyabandiyah.
Abdul Karim Amrullah memperdalam ilmu agama di Makkah dan berguru pada Syekh Muhammad Khatib, Syekh Muhammad Thahir Jalaludin, dan Syekh Usman Serawak. Haji Rasul tinggal di Makkah selama tujuh tahun, setelah itu ia pulang ke Minangkabau. Tetapi pada tahun 1904 ia kembali ke Makkah.
Haji Rasul pukang ke Indonesia membawa ilmu yang banyak dan luas. Dengan keluasan ilmunya itu, ia kemudian diberi gelar Fakih Kisai. Gelar tersebut disematkan kepadanya karena kemampuanya dalam menghafal al qur an. Selain itu, haji rasul juga seorang Syekh tarekat Naqsabandiyah, ahli tafsir, ahli fiqh, tasawuf , dan ilmu bahasa Arab.
4. Ahmad Dahlan
Nama Ahmad Dahlan cukup populer, terutama di pulau Jawa. Sebab ia berasal dari sebuah daerah di Jawa. Ketenaranya juga disebabkan oleh pembaharuan yang dilakukanya di bidang pendidikan. Ia dikenal sebagai seorang pendiri salah satu organisasi Islam besar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah.
Ahmad dahlan bernama asli Muhammad Darwis, lahir di Kauman, Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868 M. Tidak hanya dikenal sebagai pelopor kebangkitan Islam, ia juga masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.
Ide ide pembaharuan Ahmad Dahlan sempat ditentang oleh adat setempat karena dianggap menyalahi trasiai Islam yang sudah mengakar kuat di tengah masyarakat Jawa. Akan tetapi, Ahmad Dahlan tidak menyerah/ putus asa. Ia terus mengembangkan dan menyebarkan gagasan pembaharuan hingga akhirnya dapat diterima oleh sebagian masyarakat setempat. Ia aktif menyebarkan gagasan pembaharuan Islam hingga ke pelosok-pelosok tanah tanah air sambil berdagang batik.
5. Amien Rais
Beliau dilahirkan di Solo pada tanggal 26 April 1944, putra pasangan Suhut Rais dan Suhaimiyah. Sejak kecil ia dididik dan dibesarkan dalam lingkungan hidup Muhammadiyah dan kultur Pendidikan. Ayahnya adalah aktifis Muhammadiyah sekaligus kepala pendidikan Agama wilayah Surakarta. Begitu juga dengan ibunya, ia mengajar mengajar di Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak (SGKP) Muhammadiyah. Jadi, kehidupan Amin betul-betul terbentuk dalam kultur pendidikan.
Sebagai putra aktivis Muhammadiyah, Amien memperoleh warisan budaya dari orangtuanya.Sejak TK sampai SMA, ia sekolah di lingkungan Muhammadiyah. Semula ornag tuanya bercita cita supaya Amien menjadi kiai atau ustad. Karena itu, sejak kecil ibunya selalu membangunkan sebelum subuh untuk membaca Al Qur an setiap hari dan melarang meninggalkan salat.
6. Nurcholis Madjid
Prof. Dr. Nurcholish Madjid, M.A. (lahir di Jombang, Jawa Timur, 17 Maret 1939 – meninggal di Jakarta, 29 Agustus 2005 pada umur 66 tahun) atau populer dipanggil Cak Nur, adalah seorang pemikir Islam, cendekiawan, dan budayawan Indonesia. Pada masa mudanya sebagai aktivis & kemudian Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ia menjadi satu-satunya tokoh yang pernah menjabat sebagai ketua Umum HMI selama dua periode. Ide dan gagasannya tentang sekularisasi dan pluralisme pernah menimbulkan kontroversi dan mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat. Nurcholish pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Penasihat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, dan sebagai Rektor Universitas Paramadina, sampai dengan wafatnya pada tahun 2005.
Ia lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga kiai terpandang di Dusun Mojoanyar, Desa Mojotengah, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Ayahnya adalah KH Abdul Madjid, dikenal sebagai pendukung Masyumi, sedangkan ibunya bernama Fatonah, putri Kiai Abdullah Sadjad dari Kediri. Ia mempunyai tiga orang adik.
7. Abdurrahman Wahid
Sebagai cucu pendiri NU, Gusdur memiliki legitimasi yang sangat kuat dari kalangan Nahdiyin. Sosok Pemikiranya sulit diterka dan dijangkau oleh manusia biasa. Dalam perjalanan kiprahnya, Gus dur lebih dekat pada kaum termarginal dan kultural. Ia lebih terhibur dengan kelompok yang selama ini terpinggirkan oleh deru mesin pemerintahan. Gagasan yang sempat mencuat pada tahun 70-an Gusdur adalah seorang penganut Humanisme. Gusdur dilahirkan di Denanyar-Jombang 12 Agustus 1940, putra pasangan K.H Wahid Hasyim. meskipun sebagai putra Menag(1950), ia tidak merasa termanjakan dengan jabatan ayahnya. Justru, ia memilih tinggal bersama kakeknya (Bisyri Syamsuri) di Jombang.
8. Jalaludin Rahmat
Jalaludin Rahmat yang biasa dipanggil kang Jalal, dilahirkan di Bandung 29 Agustus 1949. Sejak kecil sampai usia remaja ia tinggal di sana. Kang jalal hanya memperoleh sentuhan belas kasih ibu (Sadja'ah) seorang, karena sang ayah telah meninggalkan Bandung ke Pulau Sumatra lantaran perjuangan sebagai aktivis masyumi.
Jalaludin Rahmat menawarkan visi Islam yang menekankan pesan pada dimensi sosialnya. selama ini umumnya visi Umat Islam lebih berdimensi ritual. Penghayatan semacam ini dinilai telah ikut meredfuksi Islam dalam urusan sosial. Padahal, masalah sosial jauh lebih diperhatikankan al quran dan sunah daripada yang ritual. Salah satu pemikiranya tentang Islam aktual yang sekaligus merupakan salah satu judul bukunya yang datang belakangan menunjukan adanya persambungan dan perkembangan visi Islam dalam dimensi sosial tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar