Selasa, 19 Januari 2021

MATERI : TARIKH (3)

 C. PEMBAHARUAN ISLAM DI MESIR 

Beberapa tokoh pembaharu islam yang ada di Mesir pada abad XVIII-XX diantaranya adalah:

1. Muhammad Ali Pasha (1765-1849 M)

Muhammad Ali, adalah seorang keturunan Turki yang lahir di Kawalla, Yunani, pada tahun 1765, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Orang tuanya bekerja sebagai seorang penjual rokok, dari kecil Muhammad Ali telah harus bekerja. Ia tidak memperoleh kesempatan untuk masuk sekolah dengan demikian dia tidak pandai membaca maupun menulis. Meskipun ia tak pandai membaca atau menulis, namun ia adalah seorang anak yang cerdas dan pemberani, hal itu terlihat dalam karirnya baik dalam bidang militer ataupun sipil yang selalu sukses. 

Setelah dewasa, Muhammad Ali Pasya bekerja sebagai pemungut pajak dan karena ia rajin bekerja jadilah ia disenangi Gubernur dan akhirnya menjadi menantu Gubernur. Setelah kawin ia diterima menjadi anggota militer, karena keberanian dan kecakapan menjalankan tugas, ia diangkat menjadi Perwira. Pada waktu penyerangan Napoleon ke Mesir, Sultan Turki mengirim bantuan tentara ke Mesir, diantaranya adalah Muhammad Ali Pasya, bahkan dia ikut bertempur melawan Napoleon pada tahun 1801.

Salah satu bidang yang menjadi sentral pembaruannya adalah bidang-bidang militer dan bidang-bidang yang bersangkutan dengan bidang militer, termasuk pendidikan. Kemajuan di bidang ini tidak mungkin dicapai tanpa dukungan ilmu pengetahuan modern. Atas dasar inilah sehingga perhatian di bidang pendidikan mendapat prioritas utama.

Pada masa Muhammad Ali Pasya sebenarnya pengetahuan tentang soal-soal pemerintahan, militer dan perekonomian untuk memperkuat kedudukannya, ia tidak ingin orang-orang yang dikirimnya tidak boleh lebih dalam menyelami ilmunya, sehingga mahasiswa berada dalam pengawasan yang ketat. Selain mendirikan sekolah beliau juga mengirim pelajar-pelajar ke Eropa terutama ke Paris + 300 orang. Setelah itu mereka kembali ke Mesir diberi tugas menerjemahkan buku-buku Eropa ke dalam bahasa Arab, dan mengajar di sekolahsekolah yang ada di Mesir.

2. Rifaah Badawi At-Tahtawi ( 1802-1873M)

Thahthawi dilahirkan di Thahta, sebuah kota kecil di Mesir, tiga tahun setelah Napoleon menginjakkan kakinya di Mesir. Ia melewati masa kecilnya di kota itu, mempelajari ilmu-ilmu agama dan mendengarkan cerita-cerita kejayaan Islam masa silam. Ia selalu tertarik mendengar kisah-kisah semacam itu, satu hal yang kemudian sangat mempengaruhi perjalanan intelektualnya.

Dia adalah seorang pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke-19 di Mesir. Dalam gerakan pembaharuan Muhammad Ali Pasya, al-Tahtawi turut memainkan peranan. Ketika Muhammad Ali mengambil alih seluruh kekayaan di Mesir harta orang tua al-Tahtawi termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu. Ia terpaksa belajar di masa kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun, ia pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut ilmu ia selesai dari studinya di Al-Azhar pada tahun 1822.

Dua tahun kemudian dia diangkat menjadi imam mahasiswa-mahasiswa yang dikirim Muhammad Ali ke Paris . Disamping tugasnya sebagai imam ia turut pula belajar bahasa Prancis sewaktu ia masih dalam perjalanan ke Paris . Dengan adanya pengiriman mahasiswa ke Prancis maka lahirlah tokoh-tokoh mahasiswa yang brilian seperti Al Tahtawi yang pandai bahasa Prancis kemudian ditunjuk menjadi pimpinan dalam penerjemahan buku-buku teknik dan kemiliteran. Kemudian pada Tahun 1836 didirikan sekolah penerjemahan yang kemudian dirubah menjadi sekolah bahasa-bahasa asing. Al Tahtawi tugasnya mengoreksi buku-buku yang diterjemahkan murid-muridnya yang menghasilkan hampir seribu buah buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

3. Jamaludin Al Afghani (1838-1897 M)

Jamaluddin al-Afghani lahir di Asadabadi, Afghanistan pada tahun 1839 dan meninggal di Istanbul pada tahun 1897 M. Ia adalah seorang tokoh pemimpin politik sekaligus sebagai pembaru. Jamaluddin al-Afghani semasa hidupnya sering berpindahpindah dari satu daerah ke daerah lain. Pada usia 22 tahun ia menjadi pembantu Pangeran Dos Muhammad Khan di Afghanistan.Jamaluddin ke Mesir pada tahun 1871. Ia tinggal di Mesir selama delapan tahun, namun meskipun hanya sementara di sana, pengaruhnya di Mesir sangatlah besar. 

Dalam perjalanan hidup dan aktivitasnya, al-Afghani berpindah dari satu negara ke negara lainnya, seperti India, Mesir, dan Paris. Ia mulai mendapat pendidikan di kampungnya, lalu dilanjutkannya di Kabul dan Iran. Al-Afghani disebut sebagai modernis Muslim yang pertama dan asli. Walaupun tidak melakukan modernisme di bidang Intelektual secara spesifik, ia telah menggugah kaum Muslimin untuk mengembangkan dan menyuburkan disiplin-disiplin filosofis dan ilmiah dengan memperluas kurikulum lembaga-lembaga pendidikan dan melakukan pembaharuanpembaharuan pendidikan secara umum

Pokok-pokok pemikiran Jamaluddin al-Afghani dalam mengadakan pembaharuan diantaranya : 

a) Umat Islam mundur karena meninggalkan ajaran agamanya, yakni Islam yang sebenarnya.

b) Karena Statis, kurang berpegang pada taklid. 

c) Meninggalkan akhlak yang tinggi dan lupa kepada Lupa kepada ilmu pengetahuan. 

d) Pemerintah harus bersifat musyawarah.

Menurut Jamaluddin al-Afghani, pada intinya Islam sangat tepat dijadikan sebagai landasan bagi sebuah masyarakat modern. Islam adalah agama akal dan membebaskan penggunaan akal pikiran. Al-Afghani berdalih, bahwasanya al-Qur’an harus ditafsirkan dengan akal dan mestilah dibuka kesempatan bagi penafsiran ulang (reintrepetasi) oleh para individu dalam setiap zaman. Dengan menekankan penafsiran al-Qur’an secara rasional, al-Afghani yakin bahwa Islam mampu menjadi dasar bagi sebuah masyarakat ilmiah modern, sebagaimana ia telah menjadi dasar masyarakat muslim masa pertengahan yang dibangun berdasarkan keimanan. Selain itu ia juga berdalih bahwa jika dipahami secara baik Islam merupakan sebuah keyakinan dinamis sebab ia mendorong sikap aktif, yakni sikap tanggung jawab terhadap urusan dunia.

4. Muhammad Abduh (1849-1905 M)

Muhammad Abduh Ibn Hasan Khairullah, lahir di suatu desa di propinsi Gharbiyyah, Mesir, pada tahun 1265 H/1849 M, namun adapula yang mengatakan ia lahir sebelum tahun itu. Ayahnya bernama Abdullah Hasan Khairullah berasal dari Turki yang lama Tinggal di Mesir. Muhammad Abduh adalah seorang yang cerdas, akan tetapi pada awalnya ia tidak terlalu bersemangat dalam menuntut ilmu. Kemudian ia belajar bersama Syekh Darwisy, bersamanya Abduh menjadi semangat membaca, karena Syekh Darwisy sering mengajak Abduh untuk membaca bersama.

Setelah selesai belajar bersama Darwisy, Abduh melanjutkan studinya di al-Azar Mesir. Dalam masa studinya itu, Abduh bertemu dengan Jamaluddin al-Afghani, ia pun berguru kepadanya, ia juga menjadi murid yang paling setia. Munculnya pemikiran Muhammad Abduh tentang pendidikan di latar belakangi oleh kondisi sosial dan pemahaman keagamaan umat Islam Mesir waktu itu. Kondisi tersebut ditandai dengan pemikiran yang statis dan jumud, serta sistem pendidikan yang bersifat dualistik. Kondisi yang sesungguhnya tidak menguntungkan bagi umat Islam. Persoalan tersebut muncul karena ketidaktahuan umat Islam pada universalitas ajaran Islam yang sesungguhnya.

Hal-hal yang dilakukan oleh Muhammad Abduh dalam mengadakan pemikiran pembaharuan diantaranya : a) Mendirikan majalah ar-urwatul wusqa bersama rekannya Jamaluddin alAfghani. 

b) Mengajak umat kembali kepada ajaran Islam sejati. 

c) Ajaran kemasyarakatan dalam Islam dapat disesuaikan dengan zaman. 

d) Taklid dihapuskan dan ijtihad dihidupkan ulama. 

e) Islam katanya rasional, menghendaki akal, waktu, tidak bertentangan dengan akal, bila lahirnya ayat tidak bertentangan dengan pendapat akal maka harus dicarikan interpretasinya hingga sesuai dengan pendapat akal.

f) Islam tidak bertentangan dengan ilmu, Islam maju karena ilmu

5. Rasyid Ridha (1865-1935 M)

Syekh Rasyid Ridha adalah seorang ulama mujahid, yang membawa bendera Islam dalam kancah perjuangan. Ia lahir di Qalmoun, salah satu kota di Tharablis, Syam, tahun 1282 H atau 1865 M. Ia termasuk keturunan Sayyidina Husein bin Ali bin Abu Thalib ra yang memiliki darah keturunan Rasulullah SAW. Keluarganya sangat dijaga oleh budi pekerti yang mulia dan terkenal sebagai dai-dai Islam, menjadi suri tauladan bagi manusia dalam hal ibadah, ilmu, keutamaan dan menjaga diri serta keluhuran di mata Allah. Kemampuannya dalam memahami segala pandangannya yang menonjol inilah yang kemudian membawanya pada pemikiran-pemikiran Islam cemerlang di majalah terbitan al-Manar. Rasyid Ridha melanjutkan studinya hingga memperoleh Ijazah Alamiyah. Rasyid Ridha mulai mencoba menjalankan ide-ide pembaruan itu ketika masih berada di Suria, tetapi usaha-usahanya mendapat tantangan dari pihak Kerajaan Usmani. Ia merasa terikat dan tidak bebas. Oleh Karena itu ia memutuskan pindah ke Mesir dan mulai dekat dengan Muhammad Abduh. Mereka bertemu pertama kali pada akhir tahun 1882 sewaktu Muhammad Abduh diusir dari Mesir dan datang ke Beirut.

Hal-hal yang dilakukan oleh Rasyid Ridha dalam mengadakan pemikiran pembaharuan diantaranya : 

a) Untuk mengetahui Islam yang murni harus kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah. 

b) Ajaran Islam katanya tidak membawa kepada statis tetapi dinamis. 

c) Peradaban barat tidak bertentangan dengan Islam, peradaban Barat sekarang berasal dari peradaban Islam zaman klasik. 

d) Pembaharuan juga memasuki fiqh.

e) Rasyid Ridha menyalurkan pemikiran pembaharuannya melalui majalah yang diterbitkannya bernama al Manar. Majalah tersebut dibaca oleh mahasiswa yang datang dari berbagai pelosok dunia Islam yang studi di al Azhar University, selesai studi mereka kembali ke tanah airnya membawa pemikiran pembaharuan yang disampaikan oleh Rasyid Ridha. Sehingga pemikiran pembaharuan tersebut menjalar ke berbagai penjuru dunia Islam 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar